MY...
Hujatlah,
makilah, sumpah serapahilah; bahwa gempa itu, letusan gunung itu, tsunami itu,
adalah bentuk kesewenang-sewenangan Tuhan, tangan besi-Nya, bahkan ketidakadilan Dia kepada kita. Tetapi, setelah itu, kita mau apa? Mau membuat planet
sendiri, kehidupan sendiri, rezeki sendiri, surga sendiri- lepas dari kehidupan
planet bumi ini, yang telah jutaan tahun kita huni?
Gempa,
letusan gunung, tsunami, memang pedih. Dalam sekejap ribuan nyawa melayang,
rumah dan fasilitas umum rusak parah, yang selamat pun teronggok dalam nestapa
tiada terperi. Kita bukan cuma kaget, tetapi juga syok, bahkan stres dan
trauma. Nah, inilah kata kuncinya, kita membutuhkan kekagetan, syok, stres dan
trauma itu, agar kita terus merasa kecil dan lemah.
Persoalan kita dengan Tuhan memang hanya
seputar ini. Tuhan yang kita kenal dari dulu sampai hari ini tentu tidak
mengenal krisis ketuhanan. Persentase Kemahabesaran-Nya tak mengalami
penyusutan sekecil apapun, sekalipun penyusutan atas kehambaan kita semakin
menggila. Tetapi kita, dengan semua capaian peradaban, justru mengalami krisis
kemanusiaan yang luar biasa; kita tak lagi mengenal diri kita sebagai makhluk,
tetapi makhalik, yaitu makhluk yang bermetamorfosis menjadi khalik.
Kemahakecilan dan kemahalemahan kita justru menciut sedikit demi sedikit,
perlahan namun pasti. Kita mulai tak merasa kecil dan lemah, tapi “agak” kecil
dan “agak” lemah., semata-mata karena sebuah revolusi kehidupan telah
ditemukan, sebuah puncak peradaban telah dicanangkan. Padahal, kita menemukan
revolusi dan puncak itu dengan ongkos yang tidak ada gantinya; perang,
kerusakan ekologi, punahnya ekosistem, wabah penyakit, kesetiakawanan yang
hilang, hancurya sistem sosial.
Lalu,
soal kitab suci ayat-ayat, firman, sabda, lamat-lamat telah menjadi dogeng
sebelum tidur yang mulai membosankan. Mereka memang ada surga dan neraka di
sana, ada ancaman dan kabar gembira di situ. Tetapi bagi kita itu sudah sekedar
“wacana” saja. Kita ingin surga yang live,
kabar gembira yang live, ancaman yang
live, neraka yang live....
Maka, ketika gempa, tsunami,
ataupun yang tak terjangkau oleh kuasa kita datang tanpa permisi, kita tak juga
menyadari bahwa dia datang sekedar untuk mengingatkan bahwa seluruh yang
difirmankan Tuhan memang live adanya.