Rabu, 11 September 2013

TERUSLAH MERASA KECIL DAN LEMAH




MY...
            Hujatlah, makilah, sumpah serapahilah; bahwa gempa itu, letusan gunung itu, tsunami itu, adalah bentuk kesewenang-sewenangan Tuhan, tangan besi-Nya, bahkan ketidakadilan Dia kepada kita. Tetapi, setelah itu, kita mau apa? Mau membuat planet sendiri, kehidupan sendiri, rezeki sendiri, surga sendiri- lepas dari kehidupan planet bumi ini, yang telah jutaan tahun kita huni?
            Gempa, letusan gunung, tsunami, memang pedih. Dalam sekejap ribuan nyawa melayang, rumah dan fasilitas umum rusak parah, yang selamat pun teronggok dalam nestapa tiada terperi. Kita bukan cuma kaget, tetapi juga syok, bahkan stres dan trauma. Nah, inilah kata kuncinya, kita membutuhkan kekagetan, syok, stres dan trauma itu, agar kita terus merasa kecil dan lemah.

Persoalan kita dengan Tuhan memang hanya seputar ini. Tuhan yang kita kenal dari dulu sampai hari ini tentu tidak mengenal krisis ketuhanan. Persentase Kemahabesaran-Nya tak mengalami penyusutan sekecil apapun, sekalipun penyusutan atas kehambaan kita semakin menggila. Tetapi kita, dengan semua capaian peradaban, justru mengalami krisis kemanusiaan yang luar biasa; kita tak lagi mengenal diri kita sebagai makhluk, tetapi makhalik, yaitu makhluk yang bermetamorfosis menjadi khalik. Kemahakecilan dan kemahalemahan kita justru menciut sedikit demi sedikit, perlahan namun pasti. Kita mulai tak merasa kecil dan lemah, tapi “agak” kecil dan “agak” lemah., semata-mata karena sebuah revolusi kehidupan telah ditemukan, sebuah puncak peradaban telah dicanangkan. Padahal, kita menemukan revolusi dan puncak itu dengan ongkos yang tidak ada gantinya; perang, kerusakan ekologi, punahnya ekosistem, wabah penyakit, kesetiakawanan yang hilang, hancurya sistem sosial.
            Lalu, soal kitab suci ayat-ayat, firman, sabda, lamat-lamat telah menjadi dogeng sebelum tidur yang mulai membosankan. Mereka memang ada surga dan neraka di sana, ada ancaman dan kabar gembira di situ. Tetapi bagi kita itu sudah sekedar “wacana” saja. Kita ingin surga yang live, kabar gembira yang live, ancaman yang live, neraka yang live....
Maka, ketika gempa, tsunami, ataupun yang tak terjangkau oleh kuasa kita datang tanpa permisi, kita tak juga menyadari bahwa dia datang sekedar untuk mengingatkan bahwa seluruh yang difirmankan Tuhan memang live adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar