Minggu, 24 April 2011

Bab II skripsiku


BAB II
KETENTUAN TENTANG IKLAN
  1. Pengertian Iklan
Iklan merupakan bagian dari pemasaran. Oleh karena itu sedikit diperkenalkan defenisi pemasaran. Kotler mendefinisikan pemasaran sebagai berikut :
” Marketing is a social process by witch individuals and groups obtain what they need and thought creating, offering, and frelly exchanging product and services of value with others” [1]
Artinya, pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa saja yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan kebebasan mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Konsep pemasaran merupakan kunci untuk mencapai tujuan organisasinya, dan dibuat oleh perusahaan agar menjadi lebih efektif daripada pesaing dalam menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai superior bagi pelanggan untuk target pasar yang telah dipilih.
William J. Stanton menguraikan mengenai definisi pemasaran sebagai berikut :
Pemasaran adalah suatu sitem total dari kegiatan-kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan serta jasa baik kepada para konsumen pada saat ini serta konsumen potensial.[2]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-kegiatan saling berhubungan dan ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan serta mendistribusikan barang atau jasa kepada kelompok pembeli. Sehubungan dengan hal di atas, konsep pemasaran akan membawa manajemen untuk menilai dan mengenal lalu kemudian merumuskan keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga perusahaan dapat menyusun kombinasi- kombinasi dari kebijakan bauran pemasaran dengan tepat agar kebutuhan konsumen dapat terpenuhi secara memuaskan.
Menurut Kotler definisi iklan adalah bentuk penyajian non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh seorang sponsor tertentu yang perlu dibayar.[3] Sedangkan menurut Wells, Burnett, dan Moriarty definisi iklan (advertising) adalah :
advertising is paid nonpersonal communication from an identified sponsor using mass media to persuade or influence an audience.
Yang artinya bahwa iklan adalah suatu bentuk komunikasi non personal dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam penggunaan media massa untuk membujuk dan mempengaruhi audiens. The Chartered Institute of Marketing[4] menyebutkan ada beberapa alasan utama dalam menggunakan iklan diantaranya adalah iklan memberikan target audiences suatu informasi (menciptakan awareness), membujuk  audiens untuk membeli produk (mempromosikan manfaat produk dan perusahaan), memperkuat eksistensi (secara konsisten mengulang inti dari pesan yang ingin disampaikan).
Menurut Etika Pariwara Indonesia[5] iklan adalah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
Secara sederhana iklan didefenisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media tertentu. Perbedaan iklan dengan pengumuman biasa adalah bahwa iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli.
Masyarakat periklanan Indonesia mendefinisikan iklan sebagai :
“Segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.”[6]
Iklan adalah sarana komunikasi komersil dan nonpersonal yang menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang membeli produk dengan membayar sejumlah biaya untuk media.
Menurut Shimp terdapat beberapa alasan iklan menjadi elemen penting dalam bauran promosi, antara lain:
1.       Iklan adalah metode yang paling cost effective untuk berkomunikasi dengan audiens yang sangat banyak.
2.      Iklan digunakan untuk menciptakan brand image dan daya tarik simbolik bagi perusahaan atau suatu merek. Kemampuan ini menjadi sangat penting bagi perusahaan dalam usaha menjual produk dan jasa yang sulit untuk dibedakan berdasarkan pada atribut fungsional.
3.      Kemampuan iklan dalam menarik perhatian konsumen jika diferensiasi melalui bauran pemasaran yang lain sulit dilakukan.
Menurut Sutisna dalam suatu definisi standar dari iklan umumnya mengandung enam elemen penting, antara lain:
1.       Iklan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun beberapa bentuk iklan seperti iklan layanan masyarakat biasanya menggunakan ruang khusus yang gratis atau walaupun membayar tapi dengan jumlah kecil.
2.      Selain pesan yang disampaikan harus dibayar, dalam iklan juga terjadi proses identifikasi sponsor.
3.      Di dalam definisi iklan terdapat upaya-upaya untuk membujuk ataupun mempengaruhi konsumen.
4.      Iklan memerlukan elemen media massa sebagai media penyampai pesan.
5.      Penggunaan media massa menjadi iklan dikategorikan sebagai komunikasi massal, sehingga iklan mempunyai sifat bukan pribadi (non personal).
Menurut Guinn, Allen dan Semenik dalam buku yang berjudul Adversiting & Integrated Brand Promotion mengemukakan bahwa periklanan merupakan sebuah prosek komunikasi. Ketiga tokoh tersebut menyatakan bahwa “ Communication is a fundamental aspect of human excistence, and adversiting is communication.
Periklanan merupakan kegiatan yang terkait pada bidang  komunikasi. Dalam bidang ini periklanan merupakan proses atau kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak-pihak sponsor (pemasang iklan), media massa dan agen periklanan.
Menurut Lasswell, proses komunikasi terdiri dari lima unsur utama, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam proses komunikasi iklan, komunikator diwakili oleh institusi atau lembaga yang menyewa ruang. Namun komunikator dapat juga berupa endorser yang digunakan oleh lembaga tersebut sebagai wakil pemyampai pesan kepada konsumennya. Dalam sebuah iklan, pesan mrupakan inti yang penting. Pemyampaian pesan yang efektif dapat pula membuat iklan itu efketif. Kenudian media yang digunakan lembaga yang digunakan sebagai penyampai pesan tersebut dapat berupa media elktronik atau media cetak. Komunikan dari sebuah iklan adalah target market yang dibidik oleh lembaga atau organisasi tersebut. Yang terakhir adalah efek. Dalam periklanan dikenal  tiga efek yaitu kognitif, afektif, dan behavoral.
Keuntungan-keuntungan penggunaan iklan untuk berkomunikasi dengan para pembeli di antaranya adalah biaya yang rendah per pemasangan, keragaman media (surat kabar, majalah, TV, Radio, surat-surat pos, dan iklan di jalanan), pengendalian pemasangan, dan kesempatan untuk mendesain pesan yang kreatif. Selain itu, daya tarik dan pesan dapat disesuaikan bila tujuan komunikasi berubah. Iklan juga mempunyai beberapa kelemahan. Ia tidak dapat berinteraksi dengan pembeli dan mungkin tidak dapat menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Lagi pula, pesannya hanya cocok selama waktu pemasangan saja.[7]
Nilai ekonomis suatu iklan sangat tergantung pada daya jangkau media yang digunakan serta karakteristik khalayak sasarannya. Ada kalanya seorang pemasang iklan harus memilih untuk memasang iklan di harian yang oplahnya kecil dengan total biaya yang lebih mahal untuk menjangkau pasar potensial yang lebih optimal.
B.     Tujuan dan Manfaat Iklan
Periklanan mempunyai satu atau lebih tujuan. Dan tujuan itu merupakan tolak ukur dalam mengevaluasi sejauh mana periklanan yang telah dilaksanakan pada umumnya. Menurut Kotler, tujuan iklan bisa dikelompokan menjadi 3 macam yaitu :
a.       Iklan Informatif (sifatnya memberitahukan) adalah iklan yang menginformasikan kepada konsumen mengenai manfaat dan kegunaan suatu produk.
b.      Iklan persuasif (sifatnya meyakinkan) adalah iklan yang berusaha membujuk konsumen dengan berusaha membangun posisi yang paling baik di benak konsumen.
c.       Iklan pengingat (sifatnya mengingatkan) adalah iklan yang bertujuan untuk merangsang pembeli agar mengulang pembelian produk barang dan jasa.
d.      Iklan Penguat (sifatnya menguatkan). Iklan penguat bertujuan untuk meyakinkan konsumen bahwa mereka telah membuat pilihan yang tepat.
Tujuan lain dari periklanan adalah mendapatkan pembeli dalam jumlah yang lebih banyak dan merata, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Tujuan tersebut dapat direalisasikan apabila :
a.       Permintaan dapat diperluas.
Dengan adanya iklan tentu saja jangkauan dari pasar juga akan semakin luas sehingga pada akhirnya permintaan akan produkpun juga semakin luas. Oleh karena itu perusahaan juga harus merencanakan serta memperkirakan terlebih dahulu kemungkinan akan permintaan yang lebih banyak daripada sebelumnya.
b.      Pengaruh dari pesaing dapat dipatahkan.
Iklan semaksimal mungkin dibuat guna memberikan daya saing yang kuat terhadap produk lain yang sejenis maupun produk komplementer. Dengan adanya kekuatan yang ada pada iklan tersebut akan dapat mematahkan iklan dari produk pesaing.
c.       Perhatian umum akan tertuju pada barang tersebut.
Pembinaan citra terhadap produk yang diiklankan adalah berguna agar konsumen ataupun masyarakat mempunyai image yang positif terhadap produk tersebut.
d.      Keinginan untuk membeli barang tersebut mulai tumbuh.
Dari informasi yang didapat, image yang baik serta kepercayaan terhadap produk dapat diwujudkan melalui iklan yang baik dan benar- benar dapat dikatakan sebagai suatu alat representative yang baik.
Suatu tujuan bidang periklanan yang baik memang seharusnya mampu menunjukkan hubungan terhadap tingkat penjualan langsung. Namu demikian, mengatakan bahwa iklan dapat secara langsung mempengaruhi tingkat penjualan sebenarnya juga tidak bersifat mutlak, hal ini disebabkan oleh dua hal :
a.       Iklan bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan pemasaran. Selain iklan, ada unsur-unsur lain yang turut dikendalikan secara bersama-sama untuk mencapai suatu tingkat penjualan tertentu, yakni harga, distribusi, pengemasan, penampilan produk, mutu, merk, ataupun selera pasar. Sangat sulit memisahkan pengaruh iklan terhadap penjualan.
b.      Iklan memberikan dampak bagi peningkatan penampilan perusahaan dala jangka panjang. Jadi dampak iklan dimuat dalam suatu rangkaian waktu secara terus-menerus.
Jika iklan tidak dapat mempengaruhi penjualan secara langsung, maka akan mempengaruhi perilaku yang diharapkan seperti mempercepat, merangsang, mengubah, atau mempengaruhi perilaku tersebut. Ada dua langkah yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi perilaku tersebut, yaitu :
a.       Melakukan analisa terhadap pola-pola perilaku yang tampak pada :
1.      Pembelian coba-coba oleh konsumen baru.
2.      Mempertahankan kesetiaan pasar yang ada.
3.      Merosotnya frekuensi pembelian.
4.      Kerugian mengunjungi pengecer.
b.      Analisa komunikasi dan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi perilaku.
Langkah awal dalam beriklan adalah menetapkan tujuan dari iklan tersebut. Tujuan periklanan menyatakan di mana perusahaan ingin berada dalam pangsa pasar dan kepekaan publik, dapat berorientasi penjualan atau berorientasi komunikasi.
Berdasarkan tujuan periklanan tersebut maka Kriyantono membedakan iklan menjadi tiga jenis, yaitu iklan informasi, persuasif, dan pengingat. Pembagian ini tidak bersifat mutually exclusive (terpisah dengan jelas). Mungkin dalam sebuah iklan juga mengandung informasi, sekaligus persuasi dan pengingat.
Terdapat beberapa manfaat iklan bagi pembangunan masyarakat dan ekonomi, manfaat tersebut antara lain :
a.       Iklan memperluas alternatif bagi konsumen.
Dengan adanya iklan konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk, yang pada gilirannya akan menimbulkan adanya pilihan.
b.      Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya.
Iklan-iklan yang secara gagah tampil dihadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang cantik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang membuatnya benefit dan produknya bermutu.
c.       Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya.
Manfaat iklan yang terbesar adalah membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada khalayak ramai. Iklan menjangkau berbagai daerah yang sulit dijangkau secara fisik oleh produsen melalui siaran televisi, radio atau media cetak.
Periklanan merupakan alat untuk membuka komunikasi dua arah antara penjual dan pembeli sehingga dapat menimbulkan transaksi penjualan. Dalam hal ini komunikasi dapat menunjukan cara-cara mengadakan pertukaran yang saling memuaskan. Bagi pihak produsen mendapatkan keuntungan sedangkan bagi pihak konsumen mendapatkan nilai guna dari produk yang dikonsumsi.
Tercapainya tujuan periklanan yang tergantung pada media periklanan yang digunakan. Karena pada media periklanan yang digunakan tiap-tiap periklanan berbeda dalam hal jangkaunnya terhadap konsumen, maka ada beberapa media periklanan yang digunakan kepada konsumen yang hendak dicapai.
a.       Media cetak/Surat Kabar
Merupakan alat yang paling umum digunakan. Hal ini disebabkan surat kabar mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat umum dan disamping itu lebih efisien terhadap biaya yang dikeluarkan.
b.      Media Televisi
Merupakan alat yang efektif bagi perusaahan dalam mengiklankan produknya sehinggan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan media yang lainnya. Televisi dapat menyajikan media atau gambar yang bergerak dan dapat dinikmati dengan lebih baik serta jangkaun yang lebih luas dan juag dapat memotivasi lebih baik kepada para calon pembeli untuk melakukan pembeliaan barang produk perusahaan tersebut.
c.       Media Radio
Merupakan media periklanan pada saat ini digunakan oleh produsen. Dengan radio sebagai media, maka dapat mencapai daerah yang luas sampai ke daerah terpencil sekalipun karena media ini merupakan media bagi hampir semua golongan. Radio merupakan media dengar yang baik untuk menarik minat konsumen.[8]
Radio adalah media yang memiliki jangkauan selektif terhadap segmen pasar tertentu. Sebagai media, radio memiliki beberapa kekuatan seperti :
1.      Menjangkau jumlah khalayak sasaran yang besar pada waktu yang bersamaan.
2.      Menjangkau individu atau kelompok masyarakat yang hidup terpencil dan terpencar-pencar seperti kehidupan masyarakat agraris pada umumnya.
3.      Cepat menyampaikan pesan sehingga daoat memberikan informasi mutakhir yang berguna.
4.      Mengatasi berbagai kendala geografis.
5.      Mudah dimengerti, tidak memerlukan kemampuan membaca yang memang belum banyak dimiliki rakyat kebanyakan.
d.      Media Luar Ruang
Beberapa buah buku memasukkan poster, spanduk, dan panel bis di samping papan reklame sebagai bagian dari media luar ruang, tetapi ada pula yang memisahkan poster, panel bis dan spaduk dari papan reklame. Media luar ruang identik dengan papan reklame.
Papan reklame adalah poster dalam ukuran besar yang di desain untuk dilihat oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dengan kendaraan. Para praktisi periklanan mengatakan bahwa ada satu soal yang sangat tidak disukai dari papan reklame yaitu khalayak sasaran yang bergerak sementara iklan luar ruang tersebut bersifat statis.
e.       Media Lini Bawah
Media yang digunakan dalam media lini bawah adalah sebagai berikut:
1.      Pameran
2.      Merchandising schemes
3.      Kalender
f.       Media Internet

C.    Aturan Periklanan di Indonesia
Iklan punya peran penting dibidang pemasaran, terutama dalam hubungan antara pelaku usaha baik produsen maupun distributor, dengan konsumen. Dalam hubungan pelaku usaha dengan konsumen ini, iklan bisa berperan sbb:
·         Media komunikasi untuk menyampaikan pesan pemasaran suatu produk kepada masyarakat
·         Iklan adalah sumber informasi bagi konsumen sebelum mengkonsumsi produk barang atau jasa
·         Iklan sebagai salah satu unsur penentu konsumen jadi atau tidak untuk membeli produk
Oleh sebab itu, maka iklan harus mampu memberikan informasi yang benar, jelas, jujur dan bertanggung jawab, serta informasinya harus utuh dan tidak sepotong-sepotong. Mengingat pentingnya arti iklan ini, terutama bagi pelaku usaha maka paling sering kita jumpai penyalahgunaan iklan, baik untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan politik.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai berikut:
·         UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan
·         PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan kriteria produk yang boleh diiklankan, yaitu pada pasal 9, 10, 12 dan 13 :
Pasal 9           
1)      Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a.       barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b.      barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c.       barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d.      barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e.       barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f.       barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.      barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.      barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.        secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.        menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k.      menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
2)      Barang   dan/atau   jasa   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dilarang   untuk diperdagangkan. 
3)      Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut[9]
Pasal ini mengemukakan kriteria barang yang tidak boleh dipromosikan, dipasarkan, ataupun diiklankan. Dengan kata lain pasal ini memuat materi awal dalam etika periklanan. Di antara jenis barang yang tidak boleh diiklankan dalam pasal ini adalah barang yang mengandung cacat tersembunyi, tetapi ketika diiklankan memperlihatkan seolah-olah barang tersebut bagus dan tidak ada kekurangan. Larangan mengiklankan barang yang secara langsung atau tidak langsung melecehkan barang lain juga menjadi bagian dari pasal ini, serta menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan kriteria barang atau bahkan melebih-lebihkan keunggulan suatu barang, dan terakhir mengumbar janji yang yang belum tentu pasti kepada konsumen.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.       Harga atau tarif barang dan/atau jasa
b.      Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; 
c.       kondisi, tanggungan, jaminan, hak, atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa
d.      Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
e.       Bahaya penggunaan barang atau jasa[10]
Berbeda dengan pasal 9 di atas, pasal 10 menjelaskan tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam memasarkan, mempromosikan, dan mengiklankan produknya dengan memanipulasi produk supaya terlihat unggul dan menarik bagi konsumen. Perbuatan yang dimaksud dalam pasal ini ialah membuat pernyataan yang keliru, tidak benar, atau menyesatkan mengenai harga/tarif suatu barang, kegunaan, kondisi, tawaran potongan harga atau hadiah, serta bahaya penggunaan barang/jasa. Perbuatan tersebut dilarang bagi pelaku usaha karena informasi yang keliru tersebut berakibat kerugian yang dialami konsumen atas barang/jasa.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, dan diiklankan.[11]
            Pasal ini mempertegas pasal 10 bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan suatu barang/jasa dengan harga atau tarif khusus dalam jangka waktu tertentu jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakan janji yang diiklankan tersebut sesuai dengan tarif dan jangja waktu tersebut. Misalnya iklan-iklan tarif hemat selama jangka waktu tertentu pada produk seluler padahal pada kenyataanya konsumen tidak menemukan kesesuaian antara iklan dengan kenyataan.
Pasal 13
1)      Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan.
2)      Pelaku usaha menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/jasa lain.[12]
Pada pasal 13 iklan atas suatu produk barang/jasa dilarang menyertakan barang lain sebagai hadiah jika pada kenyataannya hadiah yang dijanjikan tersebut tidak diberikan atau tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan.
Selain kepada pelaku usaha, Undang-Undang juga memberikan aturan periklanan bagi pelaku usaha periklanan (perusahaan periklanan) yang merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.



Pasal 17
1)      Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
a.       Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barangdan/atau jasa.
b.      Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.
c.       Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.
d.      Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa
e.       Mengekploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
f.       Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
2)      Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1)[13]
Dalam pasal ini masih memuat larangan-larangan yang sama dengan larangan yang terdapat pada pasal 9, 10, 12, dan 13 dalam mempromosikan atau mengiklankan suatu produk, namun subjek pada pasal 17 ini berbeda dengan pasal-pasal sebelumnya yang menunjuk kepada pelaku usaha, subjek dalam pasal ini ialah pelaku usaha periklanan dengan kata lain pihak yang dibayar untuk membuat iklan oleh pelaku usaha (produsen) dalam mempromosikan produknya.
Pasal 17 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut juga didukung oleh pasal 13 UU RI No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Di mana pers sebagai media iklan bagi para pelaku usaha untuk memasarkan produknya.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
1)      yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat
2)      minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3)      peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok[14]
Jika merujuk kepada pasal 13 UU Pers ayat (1,2,3) secara garis besar melarang perusahaan iklan membawa masalah agama ke ranah iklan apalagi jika iklan yang dibuat tersebut terkesan telah merendahkan agama lain. Selain itu pada ayat (2 dan 3) biro iklan atau pihak adversiting dilarang mengiklankan obat-obat terlarang yang mengandung zat adiktif serta iklan yang memperagakan wujud rokok dan penggunaannya
Periklanan juga tidak terlepas dari penyiaran, maka pemerintah pun mengatur materi periklanan yang disiarkan dalam pasal 46 UU RI NO. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran).
Pasal 46
1)      Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.
2)      Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 , dan pasal 5.
3)      Siaran iklan niaga dilarang melakukan :
a.       promosi yang berhubungan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok yang menyinggung dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain atau kelompok lain.
b.      Promosi minuman keras atau sejenisnya, dan bahan atau zxat adiktif
c.       Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok
d.      Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama, dan/atau
e.       Eksploitasi anak di bawah usia 18 tahun
4)      Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan KPI
5)      Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggungjawab lembaga penyiaran.[15]
Secara langsung pasal 42 UU Penyiaran memberikan aturan menyeluruh tentang bagaimana kriteria-kriteria iklan ideal yang bisa disiarkan dan harus dipenuhi oleh pelaku usaha atau perusahaan periklanan. Namun secara khusus UU Penyiaran ini membatasi hanya kepada iklan niaga yang memang pada saat ini merupakan komponen yang paling banyak dilanggar oleh pihak yang membuatnya.
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Di sini dinyatakan bahwa iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enskripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan.[16]
Peraturan lain yang mengatur periklanan ialah UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Diterangkan bahwa setiap label atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan. [17]Selanjutnya Setiap orang yang memproduksi dan/atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan untuk diperdagangkan, dilarang memuat pernyataan dan/atau keterangan yang tidak benar dan/atau yang dapat menyesatkan dalam iklan.[18]
D.    Iklan Menurut Hukum Islam
Secara khusus konsep periklanan dalam Islam masih dikaji lebih rinci. Tidak ditemukan pembahasan mengenai periklanan dalam literatur fiqih klasik. Periklanan merupakan suatu media dari pemasaran yang merupakan poin penting untuk mengimbangi tingkat persaingan dalam dunia usaha. Tingkat persaingan ini menuntut setiap perusahaan untuk lebih dapat mengunggulkan segala kemampuannya dalam memasarkan produk atau jasa yang ditawarkan. Setiap kegiatan tersebut memerlukan konsep pemasaran yang mendasar agar efektif dan efisien sesuai dengan orientasi perusahaan terhadap pasar.
Pengertian marketing menurut American Marketing Association adalah
“Marketing is an organization function and a set pro acesses for creating, communicating, and delivering value to costumers and for managing customer relationships in ways that benefit the organizzation and its stake holders.”


Hermawan Kertajaya memberikan sebuah defenisi tentang marketing syariah. Ia menyatakan : Syariah marketing is a strategic businnes discipline than direct the process of creating, offering, and exchanging values from one inisiator to its stakeholders and the whole process should be in accordence with muamalah principles in islam. Hal ini menyatakan bahwa marketing syariah adalah merupakan strategic bisnis, yang harus memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah perusahaan, meliputi seluruh proses, menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai, dari seorang produsen, atau satu perusahaan, atau perorangan, yang sesuia dengan ajaran Islam.[19]
Lebih kanjut Hermawan menguraikan karakteristik dari syariah marketing terdiri atas beberapa unsur yaitu :
1.      Theitis (Rabbaniyah)
Merupakan suatu keyakinan yang bulat, bahwa gerak-gerik manusia selalu berada di bawah pemguasaan Illahi, Maha pencipta dan Maha Pengawas. Oleh sebab itu semua insan harus berperilaku sebaik mungkin, tidak berperilaku licik, suka menipu, mencuri milik orang lain, suka memakan harta orang lain dengan cara bathil dan sebagainya.
Hal ini tergambar dalam firman Allah surah An Nisa ayat 29 :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br&
 šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya :"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu." (QS. An-Nisa': 29).[20]
Kondisi ini sangat diyakini umat muslim, sehingga menjadi pengangan hidup, tidak tergoyahkan. Nilai ini dapat mengerem perbuatan-perbuatan tercela dalam dunia bisnis.
2.      Etis (Akhlaqiah)
Etis artinya semua perilaku berjalan di atas norma etika yang berlaku umum. Etika adalah kata hati, dan kata hati adalah kata yang sebenarnya yang tidak bisa dibohongi.
3.      Realistis (Al-Waqiyyah)
Artinya sesuai dengan kenyataaan, jangan mengada-ada apalagi menjurus kepada kebohongan. Semua transaksi yang dilakukan harus berlandaskan pada realita. Bahkan ajaran Rasulullah tentang sifat realisitis ini ialah jika kita menjual barang ad cacatnya, maka katakan kepada calon pembeli, bahwa barang itu memiliki sedikit cacat.
4.      Humanistis (Al Insaniyah)
Artinya berperikemanusiaan, hormat menghormati sesama. Marketing berusaha membuat kehidupan menjadi lebih baik. Jangan sampai kegiatan marketing malah sebaliknya merusak tatanan hidup di masyarakat. Dari segi marketer sendiri jangan sampai menjadi manusia serakah, mau menguasai segalanya, menindas dan merugikan orang lain.[21]
Perkembangan marketing dilihat dari praktek bisnis dan pemasarannya sebenarnya bergeser dan mengalami transformasi dari level intelektual (rasional) ke emosional, dan akhirnya ke spritual.
Pada level intelektual (rasional), pemasar menyikapi pemasaran secara fungsional teknikal, dengan menggunakan berbagai taktik pemasaran, kualitas , harga, lokasi, layanan, positioaning, branding, dan sebaginya. Pada level emosional pemasar berusaha memahami dan menyentuh emosi atau perasaan pelanggan. Beberapa konsep pemasaran yang ada pada level emosiaonal ini antara lain experintial marketing dan emotional branding. Terakhir era pemasaran telah bergeser lagi ke arah spritual marketing.[22]
Jika ditelusuri dunia bisnis dengan berbagai perilaku di dalamnya banyak dipelopori oleh bisnis konvensional, seakan-akan memisahkan dunia bisnis dengan keyakinan agama. Mereka punya agama dan mengakui Tuhan, akan tetapi Tuhan ini tidak ikut atau terlepas dari kegiatan bisnis. Dengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non islami tidak memperhatikan aturan halal dan haramdalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan bisnis.[23] Perilaku bisnis menipu orang, menyuap, tidak jujur untuk menghasilkan materi yang cepat  merupakan hal-hal biasa dalam praktek bisnis. Antar pesaing saling menjatuhkan, komunikasi dalam promosi selalu mengobral janji dan memuji barang sendiri, sekalian menjatuhkan citra produk lawan.
Di sinilah peranan ajaran Islam diperlukan untuk menjadi panduan pebisnis dalam melakukan pemasaran hingga ke level spritual. Jika ditelusuri sejarah kehidupan nabi Muhammad SAW dan dihubungkan dengan strategi marketing pada hakikatnya beliau telah melaksanakan seluruh strategi marketing yang sekarang diagung-agungkan oleh para pelaku bisnis. Sudah sejak abad ke-7 Muhammad mengajar umatnya bagaimana berdagang yang benar, dan sekarang baru dirasakan baiknya ajaran itu. Beliau sangat mengutamakan perilaku jujur, ikhlas, profesionalisme, silaturrahmi, dan murah hati.
Lebih jelasnya praktek bisnis dari marketing Muhammad sebagai berikut :
1.      Segmentasi, Targetting : dilakukan Muhammad tatkala ia berdagang antar negara ke Syam, Yaman, Bahrain. Muhammad kenal betul  barang apa yang disenangi oleh penduduk dan diserap oleh pasar setempat. Setelah mengenal target marketnya, iapun menyiapkan barang-barang dagangan yang dibawa ke daerah tersebut, dan barang apa yang harus dibeli untuk dibawa ke pasar Mekah. Beliau betul-betul profesional dalam mengenal target dan segmentasi ini, sehingga barang tersebut cepat terjual sesuai dengan target dan segmennya.
2.      Positioning, berarti bagaimana membuat barang yang kita hasilkan atau yang kita jual memiliki keunggulan, disenangi, dan melekat di hati konsumen. Positioning berhubungan dengan benak konsumen, yang memiliki persepsi sangat memuaskan, sehingga konsumen selalu mengingatnya. Positioning Muhammad yang sangat mengesankan dan tidak terlupakan oleh pelanggan melekat pada diri pribadi Muhammad sendiri. Beliau memperdagangkan barang-barang asli, berasal dari daerah terkenal, sehingga barang yang dipesan oleh langganan, sesuai dengan barang yang disediakan oleh Muhammad.
3.      Bauran Pemasaran (marketing mix). Ini adalah suatu taktik marketing agar melayani pelanggan dengan cara memuaskan, melalui elemen 4 P (Product, Price, Place, dan Promotion). Unsur Product berarti menawarkan produk yang terjamin kualitasnya. Produk yang dijual harus sesuai dengan selera, memenuhi needs dan wants konsumen. Muhammad dalam praktek elemen Product, selalu menjelaskan kualitas barang yang dijualnya. Kualitas produk yang dipesan oleh pelanggan, selalu sesuai dengan barang yang diserahkan. Seandainya terjadi ketidakcocokan, beliau mengajarkan, bahwa pada pelanggan ada hak khiyar, dengan cara membatalkan jual beli, seandainya terdapat segala sesuatu yang tidak cocok.
Dalam pandangan Islam, setiap individu maupun kelompok, di satu sisi, diberikan kebebasan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya (berbisnis) atau membelanjakan hartanya. Sebab itu masyarakat Islam tidak bebas tanpa kendali dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi, tetapi ia selalu terikat dengan norma-norma agama yang disebut dengan etika dan akhlak.[24]
Dalam kajian fiqih Islam, kebenaran dan keakuratan informasi ketika seorang pelaku usaha mempromosikan barang dagangannya menempati kajian yang sangat signifikan. Islam tidak mengenal sebuah istilah kapitalisme klasik yang berbunyi “ceveat emptor” atau “let the buyer beware” (pembelilah yang harus berhati-hati). Tetapi dalam Islam yang berlaku adalah prinsip keseimbangan (al ta’dul) atau ekuilibrium dimana pembeli dan penjual harus berhati-hati.[25] Dalam kaitan ini Khalifah Umar bin Khatab berkata : “Orang yang tidak mengerti hukum pasar, tidak dapat ambil bagian dalam aktifitas pasar kami”. (Riwayat Tarmidzi dari Annas Ibn Malik).
Salah satu cacatnya rasa saling rela (تراضٍ) adalah tidak adanya kesesuaian antara antara sifat atau kriteria barang yang disampaikan penjual kepada pembeli sehingga timbul penyesalan sebagai tanda dari rusaknya saling rela. Untuk mengatasi terjadinya penyesalan yang merusak rasa saling rela tersebut, maka Islam mengaharamkan beberapa bentuk akad transaksi jual beli seperti al-mulamasah, al-munabadzah, menjual susu dalam binatang ternak, dan segala bentuk ba’i al-gharar (mengandung ketidakjelasan).[26] Sedangkan Imam al-Bukhari juga memuat sebuah bab tentang ba’i al-gharar dalam kitab Shahih-nya dengan memberikan contoh ba’i habl al-habalah.[27]
Konsekuensi terhadap janji merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun, termasuk dalam melakukan promosi dan pemasaran. Allah memerintah kita untuk memenuhi janji tersebut sesuai dengan firman Nya dalam surat Al-Maidah ayat 1 :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ ...
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (QS Al Maidah : 1)[28]

Seiring dengan surah Al Isra’ ayat 34 :
... (#qèù÷rr&ur Ïôgyèø9$$Î/ ( ¨bÎ) yôgyèø9$# šc%x. Zwqä«ó¡tB ÇÌÍÈ  
Artinya : Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.(QS Al Isra : 34)

Dalam praktek dagang sederhana (skala kecil), untuk melariskan dagangannya, seorang pedagang kadangkala tidak segan-segan bersumpah. Alqur’an sendiri telah menyinggung tentang penyampaian informasi yang tidak benar pada orang lain, di antaranya surah Ali Imran ayat 77 tentang pelarangan promosi yang tidak sesuai dengan kualifikasi barang:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbrçŽtIô±o ÏôgyèÎ/ «!$# öNÍkÈ]»yJ÷ƒr&ur $YYyJrO ¸xÎ=s% šÍ´¯»s9'ré& Ÿw t,»n=yz öNßgs9
 Îû ÍotÅzFy$# Ÿwur ãNßgßJÏk=x6ムª!$# Ÿwur ãÝàZtƒ öNÍköŽs9Î) tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# Ÿwur óOÎgÅe2tãƒ
 óOßgs9ur ëU#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÐÐÈ  
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih. (QS. Ali Imran: 77)

Dengan ayat di atas secara umum, Islam telah sangat jelas memberikan dan membahas persoalan etika ekonomi yang menurut penulis bisa dijadikan landasan etika dalam periklanan.
Dengan demikian, dalam Islam, bagaimana pun periklanan harus memperhatikan nilai-nilai etis agar tidak menyesatkan konsumen. Dalam hal ini pelaku bisnis harus bersikap jujur (objektif) dan adil, tidak hanya mengejar keuntungan sepihak, sementara pihak lain menjadi korban karena akibat iklan yang tidak transparan.
                





           
                

















[1] Philip Kotler, Kevin Lane, Keller. Manajemen Pemasaran. Terjemahan oleh Benyamin Molan (Indeks : Indonesia) hal. 9
[2] William J. Stanton, Prinsip Pemasaran, ( Jakarta: Erlangga , 2001) hal. 8
[3] Philip Kotler, Kevin Lane, Keller, op.cit. hal. 814
[4] Badan Internasional pemasaran (leading international body of marketing) berpusat di Choken , Maidenhead
[5] Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
[6]Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1992) Cetakan kedua, hal. 11
[7] David. W. Craven, Pemasaran Strategis ( Jakarta : Erlangga, 1996) hal.77
[8] Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan,( 2001)  hal 195
[9] UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal  9
[10] UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal  10
[11] UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal  12
[12] UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal  13
[13] UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal  17
[14] UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal  13
[15] UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pasal  42
[16] Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia) hal. 18
[17] Undang-Undang  No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, pasal  33 (1)
[18] PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Bab III, pasal 45 (1)
[19]Prof. Dr. H. Bukhari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung : Alfabeta, 2009)  hal. 258
[20] Depertemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan , Semarang PT. kusumadasmoro grafindo, 1994. hal. 122

[21] Prof. Dr. H. Bukhari Alma, op.cit, hal. 259

[22] Ibid, hal. 261
[23] Muhammad Ismail Yusanto, dkk, Menggagas Bisnis Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002) hal. 21

[24] Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, ter. K. H Didin Hafidhuddin, dkk., (Jakarta: Robbani Press, 1995), hal. 51
[25]Muhammad, Etika Bisnis Islam (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004)  hal. 204
[26] Ba’i al-mulasamah adalah sebuah transaksi yang dilakukan dengan memegang barang yang akan dijual. Ini merujuk pada praktek dagang dan transaksi dimana seseorang memegang kain misalnya, dan dia mengatakan pada yang lain: “Saya menjual kain ini pada anda dengan kain yang ada di tangan anda. Jika setelah ini mereka saling memegang atau menyentuh kain itu maka transaksi dianggap final. Sedangkan ba’i al-munabadzah terjadi dengan cara kedua belah pihak yang saling tukar, saling melemparkan barang mereka dengan tanpa melihat.
[27] Ba’i habl al habalah adalah jual beli ternak yang masih dalam kandungan induknya.
[28] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar