Minggu, 24 April 2011

Bab I skripsiku


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an dan hadis telah memberi arah bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Al-qur'an dan hadits juga mengisyaratkan bahwa manusia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menjalankan kegiatan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik dengan mengeksploitasi sumber alam secara langsung seperti pertanian, pertambangan maupun yang tidak langsung seperti perdagangan (bisnis) dan berbagai kegiatan produktif lainnya.
Pengelolaan perdagangan (bisnis) dalam konteks pengelolaan secara etik, harus menggunakan landasan norma dan moralitas umum yang berlaku di masyarakat. Penilaian keberhasilan bisnis tidak saja ditentukan oleh keberhasilan prestasi ekonomi dan finansial semata tetapi keberhasilan itu diukur dengan tolak ukur paradigma moralitas dan nilai-nilai etika, terutama pada moralitas dan etika yang dilandasi oleh nilai-nilai sosial dan agama. Titik sentral etika Islam adalah menentukan kebebasan manusia untuk bertindak dan bertanggung jawab karena kepercayaannya terhadap kemahakuasaan Tuhan.[1]
Islam membenarkan setiap kegiatan perdagangan  (bisnis) sepanjang tidak menyakiti orang lain atau masyarakat secara keseluruhan, perdagangan       (bisnis) yang dilakukan seorang muslim yang beriman mempunyai pijakan landasan keyakinan bahwa perdagangan (bisnis)  yang dilakukan bernilai amal ibadah, yaitu kegiatan perdagangan (bisnis) yang dilakukan dengan landasan dan pedoman atau peraturan Allah dalam al-Qur'an dan hadits Nabi. Harapannya agar perdagangan (bisnis) yang dikelola itu membawa manfaat dan kemaslahatan yang positif bagi manusia sebagai bekal hidup dan kehidupan, baik untuk hidup dan kehidupan di dunia maupun untuk hidup dan kehidupan di akhirat.
Keterlibatan muslim dalam dunia perdagangan (bisnis) bukanlah suatu fenomena baru, bahkan sejak zaman Rasulullah pun sudah terjadi. Namun dewasa ini perdagangan (bisnis) mengalami perkembangan pesat, akibatnya banyak perubahan dan permasalahan yang terjadi. Apalagi  dengan munculnya bentuk-bentuk baru, institusi, metode dan teknik-teknik bisnis yang sebelumnya belum pernah ada sehingga muncul dalam pikiran para pelaku bisnis semacam ketidakpastian, apakah praktek perdagangan (bisnis) mereka benar menurut pandangan Islam atau tidak.
Kebaikan dan kesuksesan serta kemajuan suatu bisnis sangat tergantung pada kesungguhan dan ketekunan kerja seorang pelaku bisnis. Jadi, setiap setiap diskusi dan pembahasan tentang sikap Al-Quran terhadap bisnis (tijarah), harus didahului dengan pembahasan tentang sikap Al-Quran itu kepada kerja secara umum.[2]
Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat. Dengan kata lain, syariat merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis maupun taktis organisasi bisnis.[3]
Sesuai dengan kendali syariat ini, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama :
1.             Target hasil : profit-materi dan benefit-non materi
Tujuan perusahaan harus tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial, dan sebagainya.
Benefit yang dalam dalam bisnis pun tidak hanya memberikan materi kebendaan, tetapi juga bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada keuntungan yang tinggi saja, tetapi juga melihat pada keuntungan yang dipeoleh dalam hubungan sosial manusia, berakhlak mulia dan perbuatan tersebut juga dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu aktivitas harus disertai dengan kesadaran hubungannya dengan Allah SWT.


2.             Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit nonmateri telah diraih sesuai target, dalam bisnis perusahaan akan mengupayakan pertumbuhan atau kenaikan terus-menerus dari setiap profit dan benefitnya itu. Hasil perusahaan akan terus diupayakan agar tumbuh meningkat setiap tahunnya. Upaya penumbuhan ini tentu dijalankan dalam koridor syariat. Misalnya meningkatkan inovasi untuk menghasilkan produk baru dan lainnya.
3.             Keberlangsungan
Untuk menyempurnakan orientasi manajemen perusahaan perlu diupayakan agar pencapaian target dan pertumbuhan terus barada dalam posisi berkesinambungan. Keberlangsungannya harus dijaga dalam kurun waktu yang cukup lama. Dan sebagaimana pertumbuhan, setiap aktivitas untuk menjaga keberlangsungan tersebut juga dijalankan dalam koridor syariah.
4.             Keberkahan
Faktor keberkahan atau orientasi untuk menggapai ridho Allah SWT merupakan puncak kebahagiaan hidup manusia muslim. Bila ini tercapai, manandakan terpenuhinya dua syarat diterimanya amal manusia , yakni adanya elemen niat ikhlas dan cara yang sesuai dengan tuntunan syariat. Oleh karena itu, para pelaku atau pengelola bisnis perlu mematok orientasi keberkahan yang dimaksud agar pencapaian segala orientasi di atas senantiasa berada di dalam koridor syariat yang menjamin diraihnya keridhaan Allah SWT.[4]
Salah satu permasalahan mendasar dalam dunia bisnis adalah menjalankan suatu bisnis tanpa memperhatikan nilai-nilai etika (morality). Periklanan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas bisnis modern saat ini, karena iklan memainkan peran yang sangat penting untuk menyampaikan informasi (pesan) tentang suatu produk kepada masyarakat.
Iklan merupakan bentuk komunikasi non-personal yang dibayar mengenai organisasi, produk, pelayanan atau ide oleh sponsor tertentu. Komponen non-personal berarti bahwa iklan melibatkan media massa seperti televisi, radio, majalah, dan koran yang dapat menyalurkan pesan kepada khalayak luas dalam satu waktu yang sama.
Dewasa ini berbagai perusahaan yang menawarkan barang dan jasanya, memanfaatkan iklan sebagai sarana dalam mempromosikan produknya. Dunia periklanan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Wakil International Relation Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Andi Sadha, belanja iklan di tahun 2009 menjadi Rp 52 triliun. Porsi iklan terbesar masih dikuasai media televisi, yakni 62% atau senilai Rp 5,386 triliun. Di mana media televisi masih akan mendominasi pasar iklan yang mencapai 50%, disusul media cetak 30%, 10% media radio, sedangkan media luar ruang sekitar 10%.[5]
Tingginya porsi iklan pada televisi dilatarbelakangi oleh dampak iklan tersebut tidak hanya tergantung pada apa yang dikatakan, namun lebih kepada bagaimana iklan tersebut dikatakan. Dengan kata lain pelaksanaan pesan bisa menentukan. Dan hal ini detentukan oleh medium iklan, yaitu berupa iklan televise, iklan radio, dan iklan cetak. Kelebihan  iklan televisi yang bisa menjadi  sarana yang mendorong untuk secara dramatis memotret pengguna dan gambaran penggunaan, kepribadian merek, dan hal-hal tak berwujud lainnya dari merek tersebut.[6] Sifat inilah yang tidak dimiliki oleh media radio yang hanya menampilkan audio saja atau media cetak yang hanya menyampaikan pesan melalui tulisan atau ilustrasi yang menjadikannya terlihat pasif dibanding iklan televisi.
Periklanan suatu barang adalah sesuatu yang penting dalam dunia perbisnisan, karena iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap daya beli konsumen. Dalam suatu perusahaan produksi misalnya, bidang marketing sangatlah penting bagian inilah yang menjadi ujung tombak dari usaha tersebut, dan iklan sarana terbaik yang sering dan mempunyai bagian besar dari sistem marketing itu sendiri.
Di samping itu iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Atas dasar pengertian itu tujuan utama dari periklanan adalah membujuk orang untuk membeli (advertising aims to persuade people to buy). Iklan merupakan salah satu tahap yang sangat penting, sama pentingnya dengan mata rantai yang lain dari proses pemasaran. Tanpa adanya periklanan, berbagai produk barang atau jasa tidak akan dapat mengalir secara lancar ke para distributor atau penjual, apalagi sampai ke tangan para konsumen atau pemakainya. Di sisi lain, para pembeli atau konsumen juga tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk-produk barang dan jasa yang tersedia di pasar kecuali dengan adanya periklanan.[7]
Iklan secara tidak langsung ikut menetukan penilaian masyarakat mengenai baik buruknya kegiatan-kegiatan bisnis. Kenyataan ini berkaitan erat dengan bagaimana cara berproduksi industri modern yang menghasilkan produk-produk dalam skala besar, sehingga mereka harus mencari pembeli. Juga terkait dengan adanya sistem ekonomi pasar, di mana kompetisi merupakan kenyataan yang harus dihadapi, sehingga iklan justru dianggap sebagai salah satu strategi ampuh untuk memenangkan persaingan.
Dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat kini mengharuskan para pembuat iklan untuk berpikir lebih untuk memunculkan ide kreatif yang baru, segar dan dapat menarik masyarakat sehingga terciptanya sebuah iklan yang beda dan mudah diingat oleh konsumen.
Islam pun membolehkan kegiatan periklanan yang merupakan bagian dari pemasaran. Namun peirklanan dan pemasaran tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Islam dan tidak merugikan pihak lain dengan mencari keuntungan sepihak. Iklan yang dibuat tidak boleh membohongi publik dan harus sesuai dengan produk yang dipasarkan. Dengan kata lain, janji-janji yang terdapat dalam iklan tersebut tidak hanya sebatas pada iklan saja. Tetapi sesuai dengan produk yang diiklankan. Allah memerintah kita untuk memenuhi janji tersebut sesuai dengan firman Nya dalam surat Al-Maidah ayat 1 :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ ...
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (QS Al Maidah : 1)[8]

Jika ditelusuri sejarah kehidupan nabi Muhammad SAW dan dihubungkan dengan strategi marketing pada hakikatnya beliau telah melaksanakan seluruh strategi marketing yang sekarang diagung-agungkan oleh para pelaku bisnis. Sudah sejak abad ke-7 Muhammad mengajar umatnya bagaimana berdagang yang benar, dan sekarang baru dirasakan baiknya ajaran itu. Beliau sangat mengutamakan perilaku jujur, ikhlas, profesionalisme, silaturrahmi, dan murah hati.
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara iklan dan bagaimana etika dari suatu iklan yang dibuat oleh pelaku usaha. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dijelaskan kriteria produk yang boleh diiklankan. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 :
1)      Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a.       barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b.      barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c.       barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d.      barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e.       barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f.       barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.      barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.      barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.        secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.        menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k.      menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Kemudian pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berbunyi :
Pasal 17
(1)   Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
a.       Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barangdan/atau jasa.
b.      Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.
c.       Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.
d.      Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa
e.       Mengekploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
f.       Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Jika melihat pada mayoritas pelaksanaan iklan di berbagai media saat ini, banyak ditemukan ketidaksesuaian antara iklan dengan produk yang dipasarkan. Baik dari segi materi iklan ataupun dari segi kesesuaian antara iklan dan produk. Selain itu terdapat beberapa iklan yang dibuat atau bahkan yang sudah beredar memberikan efek negatif kepada konsumen. Konsumen merasa bahwa produk yang diiklankan tersebut tidak seperti apa yang telah dijanjikan di dalam iklan.
Yuliwati, pengguna kartu seluler Simpati merasa dirugikan ketika produk kartu seluler tersebut secara tiba-tiba mengirimkan info-info selebritis dan konten Islami ke nomornya tanpa ada konfirmasi di awal. Padahal aturannya konten tersebut bisa dikirim jika dikonfirmasi terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan pulsa kartu selulernya setiap berkurang Rp. 2000,. Berdasarkan iklan di televisi dia pun mengetik UNREG untuk meNon aktifkan konten tersebut, namun konten tersebut terus dikimkan tanpa ada pemberhentian. Non aktif pun bisa berlaku ketika dia melaporkan hal tersebut ke pusat informasi Telkomsel Grapari.[9]
Efni, SE, istri dari seorang penderita diabetes dan stroke mengeluhkan bahwa ia menyesal telah mengeluarkan uang sebesar Rp 1.500.000 untuk membeli paket suplemen makanan suaminya yang diiklankan disebuah katalog. Produk Nutrilite dari sebuah perusahaan Amway yang terdiri dari Nutrilite Hi-Protein, Nutrilite Cal Mag D, dan Nutrilite Bio C plus masing-masing memberikan asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, melengkapi kebutuhan gizi, menjaga kesehatan tulang, dan mengembalikan vitalitas tubuh. Selain itu Nutrilite Double X yang membantu menstabilkan gula darah. Dalam iklan di katalog tersebut tidak disertakan efek samping dari pemakaian produk. Namun janji yang terdapat di iklan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang dialami oleh suaminya setelah pemakaian produk tersebut, yang terjadi malah denyut jantung suaminya semakin tak beraturan dan semakin cepat. Hal ini mengakibatkan suaminya terpaksa berurusan kembali dengan dokter.[10]
Iklan Honda Beat versi Afgan dan Cinta Laura yang tayang di media televisi terkesan mengunggulkan produk sendiri dan merendahkan produk lain. Terdapat dalam perkataan Cinta Laura di akhir iklan “Pakai Honda Beat, yang lain????!!! Jadul ah...
Berkaitan dengan masalah di atas dalam Islam ataupun peraturan perundang-undangan tentang periklanan agar tidak merugikan konsumen sebagai sasaran yang dituju dari suatu iklan, selain itu dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak-hak konsumen juga harus diperhatikan.
Dari apa yang telah diketahui tersebut maka muncul pertanyaan bagaimanakah tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang tentang pelaksanaan Iklan?
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan menuangkannya ke dalam karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul : Iklan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ditinjau dari Hukum Islam”.
B.     Rumusan dan Batasan Masalah
a.       Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah:
Bagaimanakah tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Iklan?
b.      Batasan masalah
Dalam penelitian ini, agar terarah dan sistematis maka batasan masalah yang akan dibahas yaitu : Bagaimana ketentuan iklan dan tinjauan hukum Islam serta Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang iklan tersebut?
C.    Penjelasan Judul
Iklan                    : Pesan komunikasi antara produsen dan konsumen, antara penjual dan calon pembeli. Strategi promosi dari marketing yang berfungsi menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.[11]
Undang-undang
Perlindungan
Konsumen           : Kumpulan peraturan-peraturan mengikat yang mengatur segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen.

Hukum Islam       : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan Al-qur’an dan Hadits (hukum syar‘i)[12].
Dengan demikian yang dimaksud dari judul skripsi ini adalah Iklan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta penjelasan hukum Islam terhadap iklan menurut Undang-Undang tersebut.
D.    Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
a.       Tujuan
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah mengetahui tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang pelaksanaan Iklan.
b.      Kegunaan
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk menambah wawasan tentang periklanan di Indonesia dan bagaimana aturannya yang menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan menurut Hukum Islam.
2.      Memberikan masukan kepada pelaku usaha tentang iklan yang sesuai dengan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3.      Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana program strata satu pada fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang.
E.     Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan fenomena dan kejadian yang terjadi langsung, wajar, dan alamiah (natural setting), di samping itu, penulis juga melakukan pendekatan kepustakaan (library research) yaitu serangkaian yang berkenaan dengan pengambilan data-data pustaka, membaca-karya –karya yang terkait dengan penelitian.[13] Yaitu dengan mengumpulkan buku-buku yang membahas tentang iklan yang diatur dalam Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di samping itu penulis mengumpulkan buku-buku lain yang dapat membantu penulis di dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2.      Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis akan mencari dan mengumpulkan data-data dari bentuk-bentuk iklan dan konsumen. Sumber data yang digunakan adalah:
a.       Sumber Data Primer
Data yang diperoleh adalah merupakan seluruh dari objek yang berfungsi sebagai sumber data. Sebagai populasi adalah konsumen dari suatu produk yang diiklankan.
b.      Sumber Data Sekunder
Data ini adalah untuk menguji data primer yang penulis gunakan sebagai data pendukung. Data ini diperoleh dengan cara menelaah buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas.


3.      Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yaitu sebagian/wakil dari populasi yang diteliti. Dalam pengembalian sampel. Sesuai dengan pendapat Sutrisno Hadi dalam bukunya Metodologi Research mengatakan bahwa “ sebenarnya suatu ketetapan mutlak berapa persen suatu sampel akan diambil dari populasi, ketiadaan ketetapan itu tidak perlu menimbulkan keraguan pada seorang peneliti.”[14] Maka teknik yang dipakai dalam penentuan sampel ini adalah purposivel sampling yaitu teknik sampel yang digunakan apabila penelitian memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam penelitian.
4.      Alat Pengumpulan Data
Metode penggalian data yang penulis pakai adalah :
a.       Wawancara yang tidak tidak terstruktur dengan konsumen. Wawancara tidak terstruktur maksudnya adalah wawancara yang dilakukan secara bebas dan menanyakan apa saja yang dianggap perlu sehingga responden dapat mengemukakan apa saja yang diperlukan.
b.      Dokumentasi yaitu data yang ada di media tentang periklanan di media tersebut.



5.      Teknik Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data yang diperoleh secara kualitatif, maka tahap berikutnya adalah teknik pengumpulan data dengan tahap sebagai berikut :
                                                 a.       Data-data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi di atas dibaca dan dipelajari, dianalisa, dan ditelaah untuk dipahami dan diuji keabsahannya dengan cara membandiingkan data yang sama dari sumber yang berbeda.
                                                 b.       Setelah data dibaca dan dipelajari, data tersebut dianalisa dan ditelaah untuk dipahami dan diuji keabsahannya dengan cara membandingkan data yang sama dengan sumber yang lain. Kemudian data diseleksi dan dihubungkan dengan teori-teori yang ada.
                                                 c.       Setelah data dihubungkan dengan teori yang ada, kemudian data diinterpretasikan untuk merumuskan suatu teori yang baru.
F.     SISTEMATIKA PENULISAN
Pembagian skripsi ini akan disusun secara sistematis agar pembaca mudah memahami isi dari karya tulis ini, yang diatur sebagai berikut :
Bab Pertama      : Bab ini merupakan dasar pemahaman skripsi ini, yang disajikan secara global sebagai pintu pertama untuk memasuki bab-bab berikutnya yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah, Penjelasan Judul, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian yang mencakup jenis pengumpulan data dan analisis data, serta Sistematika Penulisan.
Bab Kedua     : Dalam bab ini membahas tentang Ketentuan Tentang Iklan : Pengertian Iklan, Tujuan dan Manfaat Iklan, Aturan Periklanan di Indonesia, Iklan menurut Hukum Islam.
Bab Ketiga     : Dalam bab ini membahas tentang Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terhadap Iklan: Pelaksanaan Iklan, Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terhadap Iklan.
Bab Keempat     : Bab ini sebagai kesimpulan akhir terhadap studi yang diambil dari pembahasan sebelumnya yang menjadi jawaban atas permasalahan yang ada dan juga berisi saran-saran penelitian.



[1] Muhammad Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Malang : UIN Malang Press, 2007) hal.10

[2] Ibid, hal, 20
[3] Muhammad Ismail Yusanto, dkk, Menggagas Bisnis Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002) hal. 18
[4] ibid h.19-21
[6] Philiph Kotler & Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, (Indonesia : Indeks, 2007) Edisi ke-2, hal.247
[7] Syabbul Bachri, Promosi Produk dalam Perspektif Hukum Islam
[8] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
[9] Yuliwati, Konsumen Kartu Simpati,Wawancara Pribadi. (Pasar Ambacang. Kamis, 10 Februari 2011)

[10] Efni, Konsumen Nutrilite, Wawancara Pribadi. (Surau Balai, Kuranji. Kamis, 10 Februari 2011)
[11] Dr.H.Muhammad Djakfar. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press.2007. hal.76-77
[12] DepDikBud, Kamus Besar…, h. 360.
[13] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007) hal. 3
[14] Sutrisno Hadi, Metode Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Pisikologi UGM, 1976), hal. 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar