Apa yang terjadi jika
sebutir ubi dan sebutir telur dimasukkan ke dalam air mendidih? Apa kedua benda
itu keluat dari panci panas dalam keadaan yang sama dengan keadaan sebelum di
godok? Air mendidih mengubah ubi dan telur itu.
Namun perubahan yang
terjadi pada kedua benda itu sangat bertolak belakang.
Setelah digodol telur
menjadi keras. Sebaliknya, ubi menjadi lembut. Kedua
benda itu berada
dalam panci yang sama dan air mendidih yang sama, namun
reaksi mereka
berbeda. Telur akan muncul dalam keadaan keras, sedangkan ubi
akan muncul dalam
keadaan lembut.
Dalam hidup ini ada
masa dimana kita harus masuk ke dalam panci yang berisi
air mendidih, yaitu
musibah dan penderitaan. Dalam musibah kita merasakan
betapa sakit dan
nyeri digodok dalam air mendidih. Musibah dan penderitaan
bisa terasa sangat
kejam dan menyakitkan bagaikan menusuk tulang sumsum
dan hati. Apalagi
ketika musibah demi musibah datang menimpa bagaikan
tak ada habisnya.
Kita seperti terhempas lemas. Sambil menunduk dan
menarik nafas panjang
kita bertanya lirih. "Oh, Tuhan, mengapa ini harus
terjadi?"
Namun kenyataan
adalah kenyataan. Musibah itu sudah atau sedang terjadi.
Jadi yang lebih
mendesak bukanlah persoalan mengapa musibah ini terjadi,
melainkan bagaimana
menghadapinya. Bagaimana bisa melewati dan
mengatasi musibah
ini. Bagaimana bisa survive dalam dan dari musibah ini.
Jika musibah dan
penderitaan merupakan ibarat digodok dalam panci.
Soalnya adalah
bagaimana kita bisa keluar dan dalam keadaan bagaimana
kita akan keluar
sebagai telur ataukah sebagai ubi?
Disinilah terletak
dampak yang paling mendasar dari suatu penderitaan atau
musibah. Dari waktu
ke waktu tiap orang mengalami penderitaan dan musibah.
Tetapi cara orang
keluar dari penderitaan atau musibah berbeda-beda.
Ada orang yang keluar
dari musibah dalam keadaan yang sangat tertekan.
Mukanya selalu suram.
Ia menyendiri. Hidupnya menjadi pahit dan gertir.
Sikapnya terhadap
orang lain menjadi kaku. Ia menjadi keras. Ia ibarat telur
yang setelah keluar
dari air mendidih menjadi keras.
Sebaliknya, ada orang
yang setelah keluar dari musibah justru menjadi bijak
dan matang. Ia merasa
damai dengan dirinya. Sikapnya hangat dan ramah.
Ia tersenyum dan
menyapa. Ia menjadi lembut. Ia ibarat ubi yang setelah
digodok justru menjadi
lembut.
Dampak itu bisa
begitu berbeda, sebab pandangan dan ketahanan orang
terhadap penderitaan
dan musibah berbeda-beda.
Malang tak dapat
ditolak, mujur tak dapat diraih. Penderitaan dan musibah
tidak dapat
dihindarkan. Itu adalah bagian hidup. Hidup adalah ibarat roda,
sebentar diatas,
sebentar dibawah. Hidup ini ada enaknya dan ada tidak enaknya,
yaitu masuk ke dalam
panci dan digodok dalam air mendidih.
Soalnya, apakah kita
akan keluar dari panci panas itu sebagai telur rebus yang
keras ataukah sebagai
ubi yang lembut? Apakah 'kita akan keluar dari sebuah
musibah sebagai orang
yang kaku dan keras ataukah sebaliknya, sebagai
orang yang berhati
lembut? Agaknya, dalam suatu musibah kita boleh belajar
berbisik.. "Tuhan, biarlah saya menjadi seperti
ubi... seperti sebutir ubi rebus yang lembut, hangat dan manis."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar