Rabu, 16 Juli 2014

TUHAN JADIKAN SAYA SEBUTIR UBI





Apa yang terjadi jika sebutir ubi dan sebutir telur dimasukkan ke dalam air mendidih? Apa kedua benda itu keluat dari panci panas dalam keadaan yang sama dengan keadaan sebelum di godok? Air mendidih mengubah ubi dan telur itu.
Namun perubahan yang terjadi pada kedua benda itu sangat bertolak belakang.
Setelah digodol telur menjadi keras. Sebaliknya, ubi menjadi lembut. Kedua
benda itu berada dalam panci yang sama dan air mendidih yang sama, namun
reaksi mereka berbeda. Telur akan muncul dalam keadaan keras, sedangkan ubi
akan muncul dalam keadaan lembut.

Dalam hidup ini ada masa dimana kita harus masuk ke dalam panci yang berisi
air mendidih, yaitu musibah dan penderitaan. Dalam musibah kita merasakan
betapa sakit dan nyeri digodok dalam air mendidih. Musibah dan penderitaan
bisa terasa sangat kejam dan menyakitkan bagaikan menusuk tulang sumsum
dan hati. Apalagi ketika musibah demi musibah datang menimpa bagaikan
tak ada habisnya. Kita seperti terhempas lemas. Sambil menunduk dan
menarik nafas panjang kita bertanya lirih. "Oh, Tuhan, mengapa ini harus
terjadi?"

Namun kenyataan adalah kenyataan. Musibah itu sudah atau sedang terjadi.
Jadi yang lebih mendesak bukanlah persoalan mengapa musibah ini terjadi,
melainkan bagaimana menghadapinya. Bagaimana bisa melewati dan
mengatasi musibah ini. Bagaimana bisa survive dalam dan dari musibah ini.
Jika musibah dan penderitaan merupakan ibarat digodok dalam panci.
Soalnya adalah bagaimana kita bisa keluar dan dalam keadaan bagaimana
kita akan keluar sebagai telur ataukah sebagai ubi?

Disinilah terletak dampak yang paling mendasar dari suatu penderitaan atau
musibah. Dari waktu ke waktu tiap orang mengalami penderitaan dan musibah.
Tetapi cara orang keluar dari penderitaan atau musibah berbeda-beda.

Ada orang yang keluar dari musibah dalam keadaan yang sangat tertekan.
Mukanya selalu suram. Ia menyendiri. Hidupnya menjadi pahit dan gertir.
Sikapnya terhadap orang lain menjadi kaku. Ia menjadi keras. Ia ibarat telur
yang setelah keluar dari air mendidih menjadi keras.

Sebaliknya, ada orang yang setelah keluar dari musibah justru menjadi bijak
dan matang. Ia merasa damai dengan dirinya. Sikapnya hangat dan ramah.
Ia tersenyum dan menyapa. Ia menjadi lembut. Ia ibarat ubi yang setelah
digodok justru menjadi lembut.

Dampak itu bisa begitu berbeda, sebab pandangan dan ketahanan orang
terhadap penderitaan dan musibah berbeda-beda.

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Penderitaan dan musibah
tidak dapat dihindarkan. Itu adalah bagian hidup. Hidup adalah ibarat roda,
sebentar diatas, sebentar dibawah. Hidup ini ada enaknya dan ada tidak enaknya,
yaitu masuk ke dalam panci dan digodok dalam air mendidih.

Soalnya, apakah kita akan keluar dari panci panas itu sebagai telur rebus yang
keras ataukah sebagai ubi yang lembut? Apakah 'kita akan keluar dari sebuah
musibah sebagai orang yang kaku dan keras ataukah sebaliknya, sebagai
orang yang berhati lembut? Agaknya, dalam suatu musibah kita boleh belajar
berbisik.. "Tuhan, biarlah saya menjadi seperti ubi... seperti sebutir ubi rebus yang lembut, hangat dan manis."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar